Lomba Mencuri

Namanya Sidik. Artinya jujur. Ia menjadi doa yang diucapkan orangtuanya pada Tuhan di setiap salatnya. Bagi orangtuanya yang bekerja sebagai petani miskin, kejujuran akan membuat hatinya tetap kaya. Tapi justru setelah dewasa, di seluruh penjuru negeri, Sidik dikenal sebagai pebual ulung. Setiap hari yang keluar dari mulutnya hanya omong kosong belaka. Kejujuran yang melambangkan namanya menjadi jauh dari setiap ucapannya. Namun anehnya, orang-orang menyukai cerita bualannya. Mereka rela berjam-jam duduk di gedung pertunjukan hanya untuk mendengar ceritanya.

Mengenai fisik, perawakan Sidik jauh dari kata ganteng. Matanya besar dengan hidung sedikit miring ke samping karena terjatuh sewaktu ia kecil. Kulitnya hitam mirip penggorengan yang lama ditaruh di atas api besar. Perutnya buncit. Kata orang-orang, di dalam perut besar itu ia biasa menyimpan cerita bualannya. Jadi, kalau bukan karena kecerdasannya membual, pasti tidak ada orang yang mau melihatnya lama-lama.

Cerita kehebatan Sidik dalam membual sesungguhnya telah lama terdengar. Bermula dari hobinya bercerita pada teman-teman sebayanya. Kemudian teman-temannya itu bercerita pada teman-temannya lagi, teman dari teman-temannya bercerita lagi pada teman-teman mereka, dan begitu seterusnya. Cerita bualan itu melawati batas kota dan pulau. Orang-orang mulai penasaran siapa orang pertama yang bercerita bohong itu. Mereka ingin mendengar langsung dari sang pemilik cerita. Perlahan, nama Sidik mulai dikenal orang banyak. Cerita bualan yang semula hanya hobi kini menjadi mata pencahariannya. Ia sering diundang ke berbagai wilayah untuk bercerita. Pagi, siang, sore, dan malam dihabiskan Sidik untuk bercerita. Saking banyaknya tawaran bercerita, orang yang memesannya harus menunggu sampai sebulan. Tidak tanggung-tanggung, bayaran yang diterima setiap kali bercerita hampir sama dengan gaji sebulan pejabat.

Mira-sahabatku-mungkin akan menertawakanku bila melihat di mana aku berada sekarang, gedung pertunjukan. Aku berada di kursi paling depan-VIP-untuk menyaksikan si Pembual itu bercerita. Dulu sering kali kukatakan pada Mira kalau menyaksikan pertunjukan Sidik adalah hal terakhir yang akan kulakukan selama hidupku. Nyatanya, aku justru terperosok antusias mendengarkan bualan laki-laki itu.

Sampai ketika pembawa acara menyebut nama Sidik untuk menaiki panggung, aku masih sangat antusias mengharapkan kedatangannya. Namun, melihat perawakannya langsung di hadapanku, mendadak minatku hilang. Ya Tuhan, bagaimana bisa Engkau menciptakan makhluk buruk rupa seperti itu. Belum lagi pakaian yang ia kenakan. Sungguh sangat tidak menggoda selera. Rasa-rasanya aku sampai ingin meninggalkan gedung. Namun bila kuingat uang yang harus kukeluarkan demi melihat laki-laki buruk rupa itu, aku kembali menaruh bokongku di kursi empuk ini.

“Selamat malam hadirin,” sapa Sidik. Mataku menunduk enggan memperhatikan wajahnya. Biar saja. Toh, yang ingin kunikmati bukan wajahnya tapi bualannya. Jadi biarlah mataku menatap sepatuku-meskipun tidak kelihatan karena lampu penonton dipadamkan dan hanya panggung yang terang seperti pertunjukan drama-sementara telingaku mendengak ke arahnya.

“Kalian pasti tidak percaya dengan ceritaku ini.” Tentu saja aku tidak percaya, kau ini raja bual, desisku dalam hati. Namun, tetap saja kudengarkan cerita Sidik itu. Kepalaku kuangkat sedikit dan melihat sepatu Sidik berjalan menuju tengah panggung. Kuangkat lebih lagi kepalaku dan kini giliran mataku menangkap tubuh Sidik di depan kursi kayu-masyarakat tempatku menamainya singgasana Sidik. Kembali kuangkat lagi hingga wajah Sidik memantul di mataku. Ia duduk di kursi itu sambil tangan kirinya memegang microphone. Kemudian tanpa kusadari, pikiranku melompat jauh mengikuti suara Sidik mengenai cerita bualannya.

*****

Tepat ketika istrinya memegang pipinya untuk membangunkannya, ia langsung terbangun sambil menjerit. Napasnya tersengal-sengal seperti habis melakukan lari maraton. Sekujur tubuhnya basah karena keringat. Istrinya menatap heran suaminya kemudian bertanya, “Kamu kenapa, Pak?” Suaminya tidak menjawab dan hanya menggigil ketakutan.

Ia selama ini percaya kalau terpilihnya ia menjadi pemimpin negeri ini adalah kuasa Tuhan. Maka dari itu, ia berusaha menjadi pemimpin yang baik bagi rakyatnya. Bertahun-tahun ia merasa sudah menjadi pemimpin yang baik sampai ketika ia menghadiri kongres pemimpin negara-negara dunia di negeri seberang samudra. Ketika itu, ia baru akan naik podium untuk meyampaikan pidato mewakili rakyatnya saat seorang pemimpin negara besar bertanya apa ada negara yang disebutkannya. Langsung saja kepercayaan dirinya hancur. Ternyata selama ini, negara yang dipimpinnya tidak terkenal di mata dunia. Orang-orang bahkan tidak tahu kalau negaranya ada di dunia.

Berhari-hari setelah kejadian itu, ia selalu dihantui mimpi kalau dirinya tidak berhasil menjadi pemimpin negara yang baik. Ia telah gagal menbawa negaranya maju. Maka dikumpulkannya semua menterinya untuk rapat mencari jalan keluar. Membuat nama negaranya terkenal di seluruh pelosok dunia adalah harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar.

“Kita harus membuat sesuatu yang unik, yang belum ada di dunia ini sehingga masyarakat dunia akan melihat ke negeri kita.” Usul salah seorang menterinya. “Sebuah lomba yang belum pernah dilombakan di negara mana pun. Lomba mencuri.”

Pemimpin itu tersenyum penuh arti

*****

Maka, mulai digembar-gemborkan lomba itu ke seluruh penjuru negeri, lomba mencuri. Setiap rakyat diperbolehkan mencuri milik orang lain. Hanya saja si pencuri tidak boleh sampai ketahuan. Ya, namanya saja mencuri, tentu pemiliknya tidak boleh tahu. Pemenangnya adalah yang hasil curiannya terbesar. Pemimpin itu percaya, jika dunia melihat pertunjukan ini, maka nama negerinya akan tersohor ke seluruh pelosok dunia.

Setiap rakyat mulai dihembuskan pikiran-pikiran tentang mengambil milik orang lain. Kepada kakek nenek yang rambutnya sudah beruban. Kepada pemuda-pemudi yang pikirannya masih segar. Bahkan kepada janin-janin yang masih dalam kandungan.

Rakyat negeri itu percaya kalau niat pemimpin itu mulia. Demi kemajuan dan kemakmuran negeri mereka jua, maka niat baik itu harus didukung dengan setulus hati. Mereka seratus persen akan membatu pemimpin mereka. Jadi, tidak heran setelah lomba itu diumumkan, rakyat berlomba-lomba mencuri. Hari demi hari, bulan demi bulan, yang terjadi ke negeri itu adalah kegaduhan. Orang-orang mengeluh banyaknya barang-barang dan uang mereka yang hilang. Namun, tidak ada yang mau melapor. Mereka tahu kalau niat pencuri itu mulia.

Seorang anak yang baru pulang sekolah dan mendapati rumahnya kosong karena orangtuanya bekerja terkesima dengan lomba mencuri. Dengan santai ia langsung menuju kamar orangtuanya dan membuka lemari yang memang sengaja tidak terkunci. Orangtuanya berpikir kalau anak mereka telah didik dengan pendidikan agama jadi tidak mungkin melakukan perbuatan tercela. Rumah mereka yang megah juga dijaga orang-orang berbadan tegap. Namun, ketika pulang, mereka mendapati seluruh barang berharga di dalam lemari hilang.

Dengan bangga anak itu pergi ke kantor pemerintahan. Ia akan menyerahkan hasil curian untuk selanjutkan diproses. Hatinya sudah sangat gembira mengingat nominal hasil perhiasan orangtuanya yang ia curi. Orangtuanya adalah orang terkaya di kampungnya. Sudah pasti hasil curiannya adalah yang terbesar. Senyum bahagia terukir jelas dari bibirnya. Mulutnya komat-kamit mengucap syukur pada Sang Pemilik Kehidupan. Mimpinya untuk menjadi pemuda yang dapat membangun negeri tercapai. Negerinya sebentar lagi akan dikenal dunia.

Maka sampailah hasil curian anak itu ke Sang Pemimpin Negeri. Betapa kecewanya pemimpi itu ketika melihat hasil curian itu. Betapa pun besar perhiasan itu tidak cukup untuk membuat dunia kagum. Pun ketika banyak orang berdatangan ke kantornya. Semua hasil curian yang dibawa rakyatnya begitu kecil. Ayam kampung, uang receh, alat-alat elektronik. Bahkan bila semua benda-benda diakumulasikan masih lebih banyak hartanya.

Tahun-tahun berikutnya, ketika tidak ada orang yang sanggup mendapatkan curian besar, rakyat mulai bosan dengan lomba itu. Lomba mencuri pun semakin terpuruk dan tidak ada lagi peminatnya. Rakyat seperti mulai berpikir realistis jika negeri mereka memang belum waktunya menjadi negeri besar nan tersohor di mata dunia.

Malam-malam berikutnya pemimpin itu menjadi sulit tidur. Wajah-wajah rakyat yang menaruh harapan besar padanya bermunculan dalam pikirannya. Rasa bersalah mulai menghantuinya. Istrinya mulai khawatir dengan kesehatan suaminya. Ia takut suaminya justru jatuh sakit dan tidak dapat menjalankan tugas mulia sebagai pemimpin negara.

“Sekaya-kayanya rakyat, mereka tidak akan bisa menandingi kekayaan milik negara.” Begitu kata istrinya di suatu malam, ketika ia kembali menolak makan malam karena tidak bernafsu.

Tak ayal, pemimpin itu justru memikirkan ucapan istrinya. Kepalanya berpikir keras mengenai makna di balik kalimat tersebut. Ia yakin, Tuhan telah meniupkan jalan keluar lewat ucapan istrinya yang tidak sempat mengenyam pendidikan tinggi itu. Kemudian, tiba-tiba ia beranjak dari kamar untuk makan malam sambil tersenyum bahagia.

*****

Ketika orang-orang keluar gedung dengan wajah berbinar senang, aku justru dongkol. Sudah kuhabiskan banyak uang untuk menonton pertunjukannya tapi yang kudapat justru cerita konyol yang tidak masuk akal. Bagaimana bisa sebuah negeri menjadi terkenal hanya karena pemimpin negeri itu mencuri uang negara yang jumlahnya begitu besar. Lagipula juga mana ada pemimpin yang tega mencuri uang hasil pembayaran pajak rakyat. Itu perbuatan terkeji yang pernah kudengar. Namun kusadari, itu hanya bualan dari Raja Bual, Sidiq. Ya, ceritanya juga bohong.

*****

13 Comments Add yours

  1. Nama tidak menentukan sifat atau tingkah laku seseorang. Tetapi, bagaimana sikap orang tersebut dalam kesehariannya, pergaulannya serta dalam cara berbicara dengan yang lain, sama dengan penampilan dan fisik yang dimiliki pun kita tidak bisa langsung beranggapan bahwa dia baik atau buruk , karena setiap manusia mempunyai karakteristik yang berbeda-beda dan pasti seseorang punya alasan masing-masing kenapa melakukan tindakan-tindakan yang menguntungkan ataupun merugikan dirinya sendiri.

    1. aldoalfarizi says:

      orang tua pasti akan memberikan nama baik kepada anaknya karena nama adalah doa menurut agama islam. Tepapi, nama juga tidak menentukan sifat dan perilaku seseorang. perilaku seseorang ditentukan dengan pergaulan dan karakteristik. cerita tersebut memberikan makna kepada kita agar tidak berbohong dan berbual(omong kosong) karena klo sudah sekali berbohong pasti akan terus, terus, dan terus berbohong.

  2. Nama yang diberikan orangtua adalah sebuah doa,namun terkadang nama yang diberikan orang tua untuk anaknya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.Banyak orang diluar sana nama dengan perilakunya tidak sesuai,seperti yang terdapat dalam cerpen diatas.Cerpen ini bagus,mengajarkan kepada kita untuk tidak berbohong dan berbual(omong kosong)kepada orang lain.Karena JUJUR lebih baik.

  3. Muhammad Pandawa says:

    Ceritanya menarik, bahasa yang digunakan juga sangat baik, membuat pembacanya ketagihan ingin membacanya kembali, tapi ada kekurangan dalam cerita ini yaitu alurnya yang tidak berurutan.

  4. fisik bukanlah suatu batasan seseorang untuk terus berkarya, kita bisa belajar dari cerita diatas, seburuk apapun fisik kita itu harusnya dijadikan acuan untuk menjadi lebih baik lagi dan menhilangkan pandangan sebelah mata orang lain. sebagai sosok mira seharusnya dia bisa melihat dari sisi baiknya yaitu ingin menghibur orang lain, bukan menilai semua sesuatu dari tampilan luarnya saja.

  5. inditasn says:

    Nama yang diberikan orang tua kepada anaknya adalah sebuah doa,namun terkadang nama seeseorang tidak sesuai dengan perilakunya,contohnya seperti cerpen diatas.Jadilah seseorang yang jujur jangan sesekali berbohong kepada orang lain dan mengeluarkan omong kosong karena sekali berbohong tidak akan ada lagi orang yang percaya dengan omongan kita.Cerpen ini mengajarkan kepada kita untuk memilih pemimpin jangan yang suka berbual dan nama seseorang tidak menjamin perilakunya.Karena berbuat JUJUR lebih baik.

  6. Imalul Istiqomah says:

    Semua orang tua pasti menginginkan anaknya menjadi orang sukses, maka dari itu orang tua memberikan anaknya nama yang bagus sehingga dewasa nanti dia bisa menjadi orang sukses. Tapi, tidak semua nama yang diinginkan orang tua sesuai dengan yang mereka inginkan. Cerita diatas mengajarkan kita bahwa tidak semua nama yang diberikan orang tua kepada kita dapat artikan maknanya. Walaupun kita mengerti artinya tapi kita tidak melakukannya.

  7. aburizalf says:

    Assalamualaikum wr. wb.

    Arti dari sebuah nama yang diberikan orang tua sedari kecil sebagai doa, bukanlah jaminan perilaku/sikap anak nantinya.
    Sebut saja tokoh sidik, namanya memiliki arti JUJUR dan menjadi doa yang diucapkan orang tuanya kepada Tuhan di setiap salatnya. Tetapi apa daya, seperti yang ku bilang arti nama seseorang bukanlah JAMINAN. Justru sidik dikenal sebagai pembual ulung, ya… Yang keluar dari mulutnya hanyalah omong kosong belaka, jauh dari arti kata Jujur yang melambangkan namanya.

    Dari cerita bualan si sidik kita juga bisa tarik kesimpulan.
    Tentu untuk menjadikan negeri yang dikenal di seluruh pelosok dunia, serta demi kemajuan dan kemakmuran rakyat negeri itu sendiri, tidak perlu para pemimpin negerinya melakukan hal-hal yang aneh, hal-hal yang tidak wajar. Karena untuk mewujudkan itu semua, hanyalah dibutuhkan prestasi yang membanggakan dari anak-anak di negeri itu sendiri. Baik prestasi akademik maupun non akademik. Pantaskah jika para pemimpin negeri untuk mewujudkan impian mereka dan rakyatnya, mereka malah mengadakan ‘Lomba Mencuri’? Bukannya tercipta negeri yang MAJU, justru malah timbul KEGADUHAN di negeri tersebut.

    Terima kasih.

  8. Dalam cerita ini nama tidak sesuai dengan arti baik yang diharapkan orang tua begitu pula fisik walaupun tubuh nya tidak sempurna tetapi ia memiliki kelebihan dalam bercerita bohong dari hobi nya bercerita sidik menjadi terkenal sampai ke sebrang pulau kini hobi nya itu menjadi mata penchariannya ,dalam setiap panggilannya iya mendapatkan gaji melebuhi dari gaji pejabat selama sebulan.

  9. Pada Cerita ini , menyimpulkan bahwa nama bukan Jaminian untuk berkepribadian menjadi baik, namun semua itu tergantung pada diri kita sendiri .

    Gaya bahasa dan Cerita nya sudah menarik, namun alur dan latar tempat pada Ceritanya agak sulit di mengerti.

    mungkin misalkan pada akhir cerita di tambah dengan “Bala, musibah atau bencana” kepada shidik akan menjadi lebih menarik.

  10. Tri aji bugiarso. says:

    Ceritanya menarik dan bahasa yang di pakai dapat dengan mudah di mengerti.

    Disini di ceritakan tokoh sidik adalah seorang pembual atau kata-katanya tidak dapat dipercaya tetapi menurut saya,sidik adalah seorang yang pembual yang tidak merugikan orang lain,malah dia dapat membuat gelak tawa terhadap orang yang mendengar nya bercerita dan dia juga dapat keuntungan dari hasil cerita bohong nya.

    Tapi ada kekeliruan penempatan tokoh sebenar nya nama tokoh utama nya sidik atau seorang yang berkata “Mira-sahabatku-mungkin akan menertawakanku bila melihat di mana aku berada sekarang”,sebenarnya siapakah tokoh aku dalam cerita ini ?

  11. agisalmwngs says:

    Cerita ini memberitahu bahwa nama bukan jaminan untuk apapun
    Yang paling penting adalah kepribadian kita terhadap sesuatu yang bisa menilai diri kita itu baik.

    Ceritaya sangat bagus tapi bahasanya sulit dipahami ^^

  12. bellasartika says:

    Bahasanya mudah dimengerti, ceritanya sangat memotivasi.

    Cerita ini menyimpulkan bahwa nama bukanlah cermin bahwa jika nama itu bagus, kelakuan juga bagus.

Leave a reply to aldoalfarizi Cancel reply